Selasa, 29 Mei 2012

Berbuat Baik pada Sesama Bisa Redakan Stres

KOMPAS.com - Berbuat baik kepada orang lain ternyata dapat meningkatkan kualitas kesehatan seseorang dengan cara mengurangi tingkat stres. Dengan berkurangnya level stres, maka akan berdampak positif pada penampilan seseorang secara keseluruhan.

Demikian hasil penelitian berdasarkan gerakan sosial bernama Pekan Berbuat Baik pada Manusia (Be Kind To Humankind Week) yang dilakukan tanggal 25-31 Agustus tiap tahunnya. Penelitian menyimpulkan, jika seseorang dalam kerangka pikiran kasih sayang dan dukungan pada orang lain, akan memiliki kesehatan lebih baik dibanding orang yang tidak melakukannya.

Berbuat baik bahkan terbukti meningkatkan hormon dopamine di otak, membuat seseorang merasa tenang dan gembira. Selain itu, kebaikan hati juga bisa meningkatkan penghargaan pada diri sendiri, mengurangi kegelisahan dan menggerutu.

Masih menurut penelitian yang sama, alasan utama semua perasaan positif ini timbul sangatlah sederhana. Karena kita menghabiskan waktu lebih sedikit untuk merasa khawatir dan gelisah. Kemudian mencurahkan waktu tersebut untuk membantu masalah orang lain. Namun diingatkan pula, jangan berbuat baik secara berlebihan. Sebab, jika Anda membantu orang lain di atas kemampuan diri, malah akan berefek negatif pada kesehatan dan kebahagiaan.

Para peneliti percaya jika sifat mementingkan orang lain ini berhubungan erat dengan interaksi antar manusia. Hal ini juga membantu kita sebagai makhluk hidup untuk berteman bahkan menemukan pasangan. Secara sosial, hal ini juga membuat masyarakat berjalan dengan berkurangnya tugas individual dengan saling membantu satu sama lain. (Zika Zakiya/UK Lifestyle)

Lukisan Warna Kertas Darimu


Secarik kertas putih ada di tangan kananku
Menungguku untuk merangkai kata demi kata
Menuliskan sebuah scenario tlah aku jalani

Tinta hitam dan merah tlah siap untuk menari
Membantuku untuk mengukir cerita hidupku

Terkadang aku ingin hanya mengukir tinta hitam
Namun, tak semua perjalanan hidupku hanya hitam
Terkadang diselingi tinta merah

Hingga ketika aku menemukan dirimu
Aku tintaku tak lagi hanya hitam dam merah
Kini berwarna-warni

Hari ini aku tulis dengan warna hijau
Karena aku telah mengerti akan kesejukan jiwa

Dua tahun lebih ku mengenal dirimu
Dua tahun pula kau berikan warna indah di setiap goresan cerita hidupku
Kan ku tunggu engkau terus melukiskan warna hijau itu...


Kisah Salman al-Farisi Mencari Kebenaran

Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari Persia yang menganut agama Majusi. Namun dia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Pergolakan batin itulah yang mendorongnya untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya.

Kisah Salman diceritakan langsung kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:

Salman dilahirkan dengan nama Persia, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (kepala) desa. Dia adalah orang terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.

Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu, cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.

Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang menghasilkan pasokan hasil panen berlimpah. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan sejumlah tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi awal pencarian kebenaran.

"Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan."